Pendahuluan
Status tiroid seseorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon tiroid dan bukan karena kadar normal hormon tiroid dalam darah.
Etiologi
Penyebab dominan kegagalan tiroid yang ireversibel pada orang dewasa adalah tiroiditis automium kronis, hipotiroidisme iatrogenik yang disebabkan oleh penyinaran atau pembedahan mengangkat kelenjar tiroid, dan hipotiroidisme idiopatik. Sebab-sebab yang jarang dijumpai adalah lesi pada hipofise atau hipotalamus dengan defisiensi TSH, hipotiroidisme yang ditimbulkan oleh yodium, atau obat-obat antitiroid yang diminum ataupun zat-zat alami yang ada dalam makanan, misalnya goitrin dalam rutabagas, tiosianat dalam kubis, aminotriazoldalam cranberries. Hipotiroidisme sepintas dapat terjadi setelah pembedahan tiroid atau pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) atau selama serangan tiroiditis subakut. Tiroiditis automium yang kronis dapat dibagi menjadi bentuk yang lebih ringan, yaitu tiroiditis limfositik, atau manifestasi yang lebih bersifat full-blown, yakni penyakit Hashimoto.
Pengobatan hipertiroidisme dan penyakit kanker tiroid pada sebagian besar kasus menjadi penyebab timbulnya hipotiroidisme iatrogenik. Penyinaran dengan I131 merupakan terapi yang paling sering dilakukan untuk penyakit Graves atau adenoma hiperfungsi yang soliter. Lebih dari 50% pasien penyakit
Tiroidektomi merupakan terapi pilihan untuk sebagian kasus hipertiroidisme (pasien penyakit
Hipotiroidisme idiopatik pada orang dewasa umumnya dianggap sebagai akibat dari tiroiditis automium kronis yang tidak terdiagnosis. Yang menyokong teori ini adalah ditemukannya antobodi antitiroid di dalam serum sekalipun antibodi ini cenderung menghilang pada tiroiditis kronis ketika kelenjar tiroid mencapai stadium atrofi yang lanjut. Bukti sitologik langsung untuk penjelasan ini tidak banyak, karena pemeriksaan biopsi ataupun pungsi terhadap kelenjar tiroid yang mengalami atrofi atau tidak teraba itu tidak dibenarkan.
Patogenesis dan Patofisiologi
Penyakit Hashimoto merupakan suatu proses inflamasi automium pada kelenjar tiroid. Antibodi yang tertuju kepada kelenjar tiroid dan terdiri atas 4 tipe ditemukan dalam serum penderita penyakit tersebut, namun unsur pengantara terjadinya besi lesi infalamatorik serta sitotoksik tetap belum diketahui. Antibodi penghambat yang mengikat reseptor TSH, menggusur TSH dari tempat itu, telah didapatkan dan bisa menjadi penyebab terjadinya penurunan fungsi kelenjar tiroid. Akhir-akhir ini diperlihatkan bahwa antibodi antimikrosom ternyata merupakan antigen yang menjadi sasaran enzim peroksidasetiroi d. Hal ini dapat menerangkan mengapa sintesis hormon tiroid dalam situasi ini menjadi tidak efisien. Dengan berlanjutnya penyakit tersebut, penghancuran folikel-folikel tiroid akan terlihat dalam pemeriksaan histologi bersama-sama infiltrasi limfositik yang hebat dan perubahan eosinofilik dalam sitoplasma sel-sel epitel tiroid. Pada sebagian kasus timbul fibrosisdan kelenjar tersebut akhirnya tidak mengandung epitelium tiroid lagi.
Hipotiroidisme sesudah terapi I131 sulit diramalkan terjadinya karena patogenesis peristiwa ini belum dipahami sepenuhnya. Pada penyakit
Di lain pihak, keberadaan penyakit tiroidtis Hashimoto prabedah meramalkan suatu insidensi hipotiroidisme yang lebih tinggi setelah dilakukannya tiroidektomi subtotal untuk penyakit
Frekuensi timbulnya antibodi antititoid dalam serum dan adanya bukti klinis atau histologis yang menunjukkan penyakit Hashimoto meningkat secara tajam dengan pertambahan usia, khususnya di antara para wanita. Jadi, kemungkinan timbulnya hipotiroidisme, entah spontan atau sesudah tiroidektomi subtotal, akan meningkat di antara para lanjut usia. Lebih lanjut, DNA pada orang yang lanjut usia lebih rentan terhadap kerusakan yang ditimbulkan radiasi dan kurang dapat pulih kembali sehingga kejadian hipotiroidisme pasca radioterapi I131 juga meningkat bersamaan dengan pertambahan usia.
Keluhan dan Gejala
Hipotiroidisme pada lanjut usia merupakan salah satu masquerader (keadaan tersembunyi atau tersamar) utama. Gambaran kliknya biasanya meragukan atau tidak jelas. Yang paling sering terjadi, gejala tersebut dianggap sebagai akibat dari proses penuaan, yaitu keluhan mudah letih, hilangnya kemauan, depresi, mialgia, konstipasi dan kulit yang kering. Kurang dari 1/3 pasien lanjut usia yang menderita hipotiroidisme ditemukan dengan kompleks keluhan dan gejala yang klasik tersebut. Sebagian besar akan mengalami sindrom nsonspesifik yang umum terdapat pada orang lanjut usia yang rapuh yaitu mental confusion , anoreksia, penurunan berat badan, sering terjatuh, inkontenensia dan berkurangnya kemampuan gerak atau mobilisasi, plus gejal di atas. Gejala muskuloskeletal, termasuk artalgia, sering terdapat namun gejala artritis jarang dijumpai. Rasa pegal dan kelemahan otot, yang sering meniru penyakit rematika polimialgia atau polimiositis, dan kenaikan kadar kreatin kinase pada hipotiroidisme membuat diagnosis banding menjadi lebih sulit langi.
Hasil-hasil dari pemeriksaan jasmani juga sulit untuk ditafsirkan. Gejala pembengkakan di sekeliling mata dan wajah yang miksedematosa sulit dibedakan dengan perubahan wajah normal yang menyertai pertambahan usia. Bahkan tanda yang lebih dapat diandalkan, yaitu waktu relaksasi postkontraksi muskular yang memanjang, mungkin tidak ada karena terjadinya penurunan amplitudo atau tidak terdapatnya refleks yang normal. Efusi yang bersifat noninflamasi dapat ditemukan dalam persendian dan kavum pleural, perikardial serta peritoneal sehingga menambah kebingungan diagnostik.
Diagnosis
Sebaiknya diagnosis ditegakkan selengkap mungkin: diagnosis klinis-subklinis, primer-sentral, kalau mungkin etiologinya. Karena sebagian besar etiologi hipotiroidisme adalah Hipotiroidisme Primer (HP), kemungkinan HP kecil apabila dicumpai TSH normal. Pada wanita hamil (termasuk pengguna kontrasepsi oral) karena perubahan pada TBG, memeriksa TSH,FT4 dan FT3 merupakan langkah tepat. Kadang FT4 wanita hamil agak naik sehingga memeriksa FT3 masih relevan. Apabila memungkinkan wanita hamil dengan hipotiroidisme diperiksa juga antibodi (anti-Tg-Ab, anti AM-Ab) Indeks diagnostik Billewicz, analog dengan indeks
Penatalaksanaan
Yang perlu diperhatikan ialah
a. dosis awal
b. cara menaikkan dosis tiroksin
Tujuan pengobatan hipotirodisme ialah :
1. Meringankan keluhan dan gejala
2. Menormalkan metabolisme
3. Menormalkan TSH (bukan mensupresi)
4. Membuat T3 dan T4 normal
5. Menghindarkan komplikasi dan risiko
Beberapa prinsip dapat digunakan dalam melaksanakan substitusi
a. Makin berat hipotiroidisme makin rendah dosis awal dan makin landai peningkatan dosis
b. Geriatri dengan angina pektoris,CHF, gangguan irama, dosis harus hati-hati
Prinsip substitusi ialah mengganti kekurangan produksi hormon tiroid-endogen pasien. Indikator kecukupan optimal sel ialah kadar TSH normal. Dosis supresi tidak dianjurkan, sebab ada risiko gangguan jantungdan densitas mineral. Tersedia L-Tiroksin (T3), L-triodotironin (T4) maupun pulvus tiroid. Pulvus tidak digunakan lagi karena efeknya sulit diramalkan. T3 tidak digunkan sebagai substitusi karena waktu paruhnya pendek hingga perlu diberikan beberapa kali sehari. Obat oral terbaik ialah T3. Akhir-akhir ini dilaporkan bahwa kombinasi pengobatan T4 dan T3 (50ug T4 diganti 12,5 ug T3) memperpaiki mood dan faal neuropsikologis.
Tiroksin dianjurkan diminum pagi hari dalam keadaan perut kosong dan tidak bersama bahan lain yang mengganggu serapan dari usus. Contohnya pada penyakit sindrom malabsorbsi, short bowel syndrome, sirosis, obat (sukralfat, aluminium hidroksida, kolestiramin, kalsium karbonat, dilantin, rifampisin, fenobarbiturat) meningkatkan sekresi empedu dosis rerata substitusi L-T ialah 112 ug/hari atau 1,6 ug/kgBB atau 100-125 mg sehari. Untuk L-T 25-50 ug. Kadar TSH awal seringkali dapat digunalan patokan dosis pengganti : TSH 20 uU/ml butuh 50-75 ug tiroksin sehari TSH 44-71 uU/ml butuh 100-150.Sebagian besar kasus butuhkan 100-200 ug L-T4 sehari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar